Jumat, 30 April 2010

SIKAP-SIKAP KEPRIBADIAN MORAL YANG KUAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Marilah kita melihat sebentar kembali jalan yang sudah kita lalui sampai disini. Kita bertolak dari kenyataan bahwa kita bebas. Kebebasan yang diberikan masyarakat kepada kita, kebebasan sosial, hanya merupakan ruang bagi kebebasan untuk menentukan diri kita sendiri, kebebasan eksistensial. Berhadapan dengan berbagai fihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus mempergunakan kebebasan kita ini, kita dalam suara hati menyadari bahwa akhirnya kita sendirilah yang harus mengambil keputusan tentang apa yang harus kita lakukan. Kita sendirilah yang harus bertanggung jawab atas tindakan kita. Tidak ada orang yang dapat menghapus kenyataan ini. Dalam etika normatif kita melihat prinsip-prinsip dasar obyektif terhadapnya kita harus mempertanggung jawabkan kebebasan kita.

1.2 Rumusan Masalah

adapun permasalah yang ingin kami bahas yaitu:

1. Apa saja sikap yang perlu kita kembangkan agar mendapatkan kekuatan moral?

2. Beberapa sikap atau keutamaan yang saya anggap mendasari kepribadian yang mantap

3. Beberapa pikiran tentang arti keaslian atau otentisitas

1.3 Tujuan

Kekuatan moral merupakan kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya, sebagai yang benar. Semoga dengan pembahasan tersebut kita semua mempunyai kekuatan moral yang baik sekaligus mempunyai sikap yang realistik dan kritis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kejujuran

Dasar setiap usaha untuk menjadi orang yang kuat secara moral adalah kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak bisa maju selangkah pun karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri.

Tanpa kejujuran keutamaan-keutamaan moral lainnya juga akan kehilangan. Bersikap baik terhadap orang lain tanpa kejujuran adalah kemunafikan. Begitu juga sikap-sikap terpuji menjadi sarana kelicikan dan penipuan apabila tidak berakar dalam kejujuran yang bening.

Bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: pertama, sikap terbuka, kedua bersikap adil atau wajar. sikap terbuka yang dimaksud yaitu kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita. Dalam setiap sikap dan tindakan kita memang hendaknya tanggap terhadap kebutuhan. Kedua terhadap orang lain orang jujur bersikap wajar atau fair, ia memperlakukan menurut stendart-standart yang diharapkannya di pergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia akan selalu memenuhi janji yang diberikan. Ia tidak pernah akan berindak bertentangan dengan suara hati atau keyakinannya.

Kita dapat bersikap jujur terhadap orang lain, apabila kita jujur terhadap diri kita sendiri dengan kata lain, kita pertama-tama harus berhenti membohongi diri kita sendiri, kita harus berani melihat diri seadanya. Orang jujur tidak perlu mengkompesasikan perasaan minder dengan menjadi otoriter dan menindas orang lain.

Orang yang tidak jujur senantiasa berada dalam pelarian, ia lari dari orang lain yang ditakuti sebagai ancaman, dan ia lari dari dirinya sendiri karna tidak berani menghadapi kenyataan yang sebenarnya. Maka kejujuran membutuhkan keberanian. Apabila kita berani untuk berpisah dari kebohongan, kita akan mengalami sesuatu yang amat menggairahkan, kekuatan batin kita bertambah. Meskipun lemah, kita tahu bahwa kita kuat. Maka amatlah penting agar kita mulai menjadi jujur.

2.2 Nilai-Nilai Otentik

Otentik berarti asli, manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya. Sedangkan manusia yang tidak otentik adalah orang yang seakan-akan tidak mempunyai kepribadian sendiri melainkan terbentuk oleh peranan yang di timpakan kepadanya oleh masyarakat.

Untuk menguji keotentikan cita-cita perlu percobaan-percobaan, contohnya ia memasuki lingkungan yang lain dengan nilai-nilai yang lain yang tanggung jawab dan inisiatifnya di tantang dan di beri kesempatan untuk menunjukkan inisaitifnya dengan tidak terlalu diatur dsb.

Tentu nilai-nilai dapat berkembang. Orang harus mengerti apa yang sebenarnya di nilainya tinggi dan apa yang sebenarnya tidak disukainya. Ia harus berani untuk menunjukkan diri secara otentik terhadap lingkungannya. Jadi ia tidak lagi menunjukkan diri sebagaimana ia mengira bahwa lingkungan mengharapkan ia menunjukkan diri, melainkan sesuai dengan kediriannya yang sesungguhnya. Jadi ia berani muncul di panggung masyarakat, ia sendiri, dan bukan jiplakan harapan masyarakat yang sering sekali juga bukan harapan masyarakat, melainkan apa yang dibayangkannya bahwa di harapkan masyarakat dari padanya.

2.3Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab

Pertama, berarti kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita. Karena kita terlibat pada pelaksanaanya, perasaan-perasaan seperti malas, takut tidak mempunyai tempat untuk berpijak. Kita akan melaksanakaan dengan sebaik mungkin, meskipun di tuntut pengorbanan, kurang menguntungkan atau di tentang orang lain. Tugas bukan hanya sekedar masalah tetapi tugas dapat kita rasakan sebagai sesuatu yang mulia yang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik

Kedua, sikap bertanggung jawab mengatasi segala etika peraturan. Orang yang bertanggung jawab seperlunya akan melanggar peraturan kalau kelihatan tidak sesuai dengan tuntunan situasi. Misalnya saja, seorang pembantu rumah tangga berhak untuk pergi sesudah jam 18.00, tetapi tetap menjaga anak tuan rumah sampai mereka pulang meskipu lewat jam 18.00

Ketiga, dengan demikian wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara prinsipsial tidak terbatas. Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibanya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia di perlukan.

Keempat, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta, dan untuk memberikan, pertanggung jawaban atas tindakan-tindakanya atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya.

Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda kekuatan bathin yang sudah mantap.

2.4 Kemandirian dan Keberanian Moral

Kemandirian moral berarti bahwa kita tak pernah ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan moral dalm lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya.

Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Mandiri secara moral berarti bahwa kita tidak dapat “di beli” oleh mayoritas, bahwa kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.

Sikap mandiri pada hakekatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian terhadap suatu masalah moral. Kemandirian merupakan keutamaan intelektual dan koqnitif. Sebagai ketekatan dalam bertindak sikap mandiri di sebut keberanian moral.

Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekat untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, walaupun tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan.

Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya, dalam arti bahwa ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu yang sering mencekam dia. Ia merasa lebih mandiri. Ia memberikan semangat dan kekuatan berpijak bagi mereka yang lemah, yang menderita akibat kezaliman pihak-pihak yang kuat dan berkuasa.

2.5 Kerendahan Hati

Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri seadanya. Kerendahan hati adalah kekuatan bathin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Ia tidak mengambil posisi berlebihan yang sulit dipertahankan kalau ditekan. Ia tidak takut bahwa kelemahannya ketahuan. Ia sendiri sudah mengetahuinya dan tidak meyembunyikannya.

Tanpa kerendahan hati keberanian moral mudah menjadi kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan. Orang yang rendah hati sering menujukkan daya tahan yang paling besar apabila betul-betul harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa diri penting dan karena itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila ia sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung jawabnya.

2.6 Realistik dan Kritis

tanggung jawab moral menuntut sikap yang realistik. Apa yang menjadi kebutuhan orang dan masyarakat yang real hanya dapat di ketahui dari realitas itu sendiri.

Sikap realistik mesti berbarengan dengan sikap kritis. Tanggung jawab moral menuntut agar kita terus menerus memperbaiki apa yang ada supaya lebih adil, sesuai dengan martabat manusia, dan supaya orang-orang dapat lebih bahagia. Prinsip-prinsip moral dasar ialah norma kritis yang kita letakkan pada keadaan.

Sikap realistik tidak berarti kita menerima realitas begitu saja. Kita mempelajari keadaan dan serealis-realisnya supaya dapat kita sesuaikan dengan tuntunan prinsip-prinsip dasar.

Sikap kritis perlu juga terhadap segala macam kekuatan, kekuasaan dan wewenang dalam masyarakat. Kita tidak tunduk begitu saja, kita tidak dapat dan tidak boleh menyerahkan tanggung jawab kita kepada mereka. Begitu pula segala macam peraturan moral tradisional perlu disaring dengan kritis. Peraturan-peraturan itu pernah bertujuan untuk menjamin keadilan dan mengarahkan hidup dalam masyarakat kepada kebahagiaan. Tetapi apakah sekarang masih berfungsi demikian ataukah telah menjadi alat untuk mempertahankan keadaan yang justru tidak adil dan malahan membawa penderitaan.

Tanggung jawab moral yang nyata menuntut sikap realistik dan kritis, pedomannya ialah untuk menjamin keadilan dan menciptakan suatu keadaan masyarakat yang membuka kemungkinan lebih besar bagi anggota-anggota untuk membangun hidup yang lebih bebas dari penderitaan dan lebih bahagia.

5 komentar: